Selasa, 22 Agustus 2017

Aliran Religiusisme



Telaah Sastra
Aliran Religiusisme
Sejarah aliran religiuisme dalam sastra dimulai pada tahun 988. Pada masa tersebut agama Kristen mulai tersebar di Rusia dan kekaisaran Bizantium. Sebagian besar sastra pada masa tersebut berisi riwayat mengenai perang-perang suci gereja, khutbah-khutbah termasyhur dan himne-himne gereja. Oleh karena seni cetak baru ada di Rusia pada tahun 1564, maka sebagian besar karya-karya sastra tersebut dikerjakan dengan tulisan tangan oleh para rahib di biara-biara. Pada sekitar tahun 1100 berkembang karya-karya kronik berupa catatan-catatan peristiwa Istana Kiev. Salah satu karya yang terkenal adalah sebuah prosa liris yang berjudul "Kisah Igor". Pada sekitar tahun 1400 juga muncul sebuah karya sastra beraliran religius yang berjudul "Pertempuran di Sungai Don", karya tersebut mengisahkan mengenai kemenangan Rusia atas pendudukan bangsa Tartar.
Aliran religiusme adalah suatu aliran yang mementingkan nilai-nilai keagamaan atau renungan tentang Tuhan dan manusia di hadapan-Nya. Sastra religius dimiliki oleh setiap agama, juga oleh sastrawan yang punya penghayatan personal terhadap Tuhan.
YB. Mangun Wijaya pernah mengemukakan bahwa segala sastra adalah religius (Mangunwijawa, 1988: 12). Religius diambil dari bahasa Latin relego, yang berarti manusia yang berhati nurani serius, saleh, teliti dan penuh dengan pertimbangan spiritual. [Baca juga: Aliran Impresionisme]
 Dapat juga diartikan sebagai perasaan rindu, perasaan ingin selalu bersama dengan sesuatu yang abstrak, tetapi keberadaannya sangat riil (Noor, 2011: 83). Religius lebih melihat aspek yang berada di dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain. Dengan demikian sikap religius ini lebih merujuk pada pribadi seseorang dengan Khaliqnya, bertata laku sesuai dengan karsa Tuhan. Dituangkan dalam karya sastra menjadi sastra religius ataupun sering disebut dengan sufisme dalam sastra karena sastra yang demikian merupakan usaha pencarian Tuhan.
Dalam khazanah kesusastraan Indonesia, kehadiran sastra beraliran religius telah memberikan corak tersendiri. Bahkan, Ajip Rosidi mengatakan bahwa sastra modern Indonesia saat ini merupakan buah dari penyebaran karya sastra religius (Islam) di era kesusastraan lama. Penyebaran agama Islam dengan karya sastranya telah mendorong meluasnya peradaban tulis menulis dalam mayarakat Indonesia. Hal ini dapat dibandingkan dengan kondisi sastra sebelum Islam datang yang hanya dikuasai dan dipahami oleh kalangan istana semata. [Baca juga: Analisis Novel Perempuan di Titik Nol]
 Karya sastra yang beraliran religius terus tumbuh subur dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Sastra menjadi salah satu sarana untuk mengungkap perasaan religiusitas yang dialami oleh para sastrawan. Buya Hamka, Hamzah Fansuri dan Bukhari al-Jauhari adalah beberapa penyair yang banyak menuliskan perasaan religius dalam karya-karyanya di era kesusastraan Melayu Lama. Begitu pula dengan Amir Hamzah, Samadi, Rifa'i Ali dan Ali Hamsyi yang merupakan penyair-penyair era Pujangga Baru yang juga menulis puisi-puisi yang beraliran religius. Pada tahun 1960 hingga 1970 karya-karya sastra religius semakin mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia, oleh karenanya penulisan sastra religius sudah mulai tidak didominasi oleh sastrawan muslim saja. Sastrawan non-muslim seperti W.S Rendra (sebelum masuk Islam), Iwan Simatupang dan JE Tatengkeng pun juga mulai menulis karya-karya sastra yang bernapaskan religiusitas. Namun, seperti yang telah dikemukakan oleh Teeuw, sastra non-Islam (Kristen) tidak banyak berkembang dalam sastra Indonesia Modern. Hal ini disebabkan kebudayaan Indonesia umumnya tidak banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Kristen, seperti yang terjadi di Eropa. Oleh karena itulah, perkembangan sastra yang beraliran religius di Indonesia lebih banyak didominasi oleh karya-karya sastra yang bernapaskan religius Islam.

Baca juga: Belajar Bahasa Arab Pemula

Tidak ada komentar:

Posting Komentar