Telaah Sastra
Aliran Religiusisme
Sejarah aliran
religiuisme dalam sastra dimulai pada tahun 988. Pada masa tersebut agama
Kristen mulai tersebar di Rusia dan kekaisaran Bizantium. Sebagian besar sastra
pada masa tersebut berisi riwayat mengenai perang-perang suci gereja,
khutbah-khutbah termasyhur dan himne-himne gereja. Oleh karena seni cetak baru
ada di Rusia pada tahun 1564, maka sebagian besar karya-karya sastra tersebut
dikerjakan dengan tulisan tangan oleh para rahib di biara-biara. Pada sekitar
tahun 1100 berkembang karya-karya kronik berupa catatan-catatan peristiwa
Istana Kiev. Salah satu karya yang terkenal adalah sebuah prosa liris yang
berjudul "Kisah Igor". Pada sekitar tahun 1400 juga muncul sebuah
karya sastra beraliran religius yang berjudul "Pertempuran di Sungai
Don", karya tersebut mengisahkan mengenai kemenangan Rusia atas pendudukan
bangsa Tartar.
Aliran
religiusme adalah suatu aliran yang mementingkan nilai-nilai keagamaan atau
renungan tentang Tuhan dan manusia di hadapan-Nya. Sastra religius dimiliki
oleh setiap agama, juga oleh sastrawan yang punya penghayatan personal terhadap
Tuhan.
YB. Mangun Wijaya pernah mengemukakan bahwa segala sastra adalah
religius (Mangunwijawa, 1988: 12). Religius diambil dari bahasa Latin relego,
yang berarti manusia yang berhati nurani serius, saleh, teliti dan penuh dengan
pertimbangan spiritual.
[Baca juga: Aliran Impresionisme]
Dapat juga diartikan sebagai perasaan rindu,
perasaan ingin selalu bersama dengan sesuatu yang abstrak, tetapi keberadaannya
sangat riil (Noor, 2011: 83). Religius lebih
melihat aspek yang berada di dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani
pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain.
Dengan demikian sikap religius ini lebih merujuk pada pribadi seseorang dengan Khaliqnya,
bertata laku sesuai dengan karsa Tuhan. Dituangkan dalam karya sastra menjadi
sastra religius ataupun sering disebut dengan sufisme dalam sastra karena
sastra yang demikian merupakan usaha pencarian Tuhan.
Dalam khazanah
kesusastraan Indonesia, kehadiran sastra beraliran religius telah memberikan
corak tersendiri. Bahkan, Ajip Rosidi mengatakan bahwa sastra modern Indonesia
saat ini merupakan buah dari penyebaran karya sastra religius (Islam) di era
kesusastraan lama. Penyebaran agama Islam dengan karya sastranya telah
mendorong meluasnya peradaban tulis menulis dalam mayarakat Indonesia. Hal ini
dapat dibandingkan dengan kondisi sastra sebelum Islam datang yang hanya
dikuasai dan dipahami oleh kalangan istana semata. [Baca juga: Analisis Novel
Perempuan di Titik Nol]
Karya sastra yang beraliran religius terus
tumbuh subur dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Sastra menjadi salah satu
sarana untuk mengungkap perasaan religiusitas yang dialami oleh para sastrawan.
Buya Hamka, Hamzah Fansuri dan Bukhari al-Jauhari adalah beberapa penyair yang
banyak menuliskan perasaan religius dalam karya-karyanya di era kesusastraan
Melayu Lama. Begitu pula dengan Amir Hamzah, Samadi, Rifa'i Ali dan Ali Hamsyi
yang merupakan penyair-penyair era Pujangga Baru yang juga menulis puisi-puisi
yang beraliran religius. Pada tahun 1960 hingga 1970 karya-karya sastra
religius semakin mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia, oleh karenanya
penulisan sastra religius sudah mulai tidak didominasi oleh sastrawan muslim
saja. Sastrawan non-muslim seperti W.S Rendra (sebelum masuk Islam), Iwan
Simatupang dan JE Tatengkeng pun juga mulai menulis karya-karya sastra yang
bernapaskan religiusitas. Namun, seperti yang telah dikemukakan oleh Teeuw, sastra
non-Islam (Kristen) tidak banyak berkembang dalam sastra Indonesia Modern. Hal
ini disebabkan kebudayaan Indonesia umumnya tidak banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Kristen, seperti yang terjadi di Eropa. Oleh karena itulah,
perkembangan sastra yang beraliran religius di Indonesia lebih banyak
didominasi oleh karya-karya sastra yang bernapaskan religius Islam.
Baca juga: Belajar Bahasa Arab
Pemula
Tidak ada komentar:
Posting Komentar