Selasa, 22 Agustus 2017

Unsur-unsur Instrinsik Pada Puisi



Telaah Sastra
Unsur-unsur Instrinsik Pada Puisi
Puisi merupakan bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, padat dan indah. Puisi memiliki tampilan berbeda dengan karya sastra lainnya. Terbentuk melalui beberapa unsur di dalamnya, yakni;
a)  Bunyi dan Irama
Dalam puisi bahasa Indonesia, bunyi dapat diklasifikasikan sebagai berikut ; Rima Sempurna, Rima tak Sempurna, Asonansi, Aliterasi, Disonansi (Rima Rangka) dan Rima Mutlak. Sedangkan bunyi menurut letaknya dalam baris puisi, yakni; Rima Depan, Rima Tengah, Rima Terus/Rima Rangkai, Rima berpasangan/Rima Kembar dan Rima Patah.
Hal ini juga dapat kita temukan dalam puisi bahasa Arab, keindahan bunyi dan irama dapat digolongkan pada ilmu arudl dan qowafi. Yang dibahas di dalamnya bahr atau irama bait, qofiyah atau bunyi akhir bait dan lain-lain.

            b)  Diksi

Diksi berarti pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana, sehingga mampu mengembangkan dan memengaruhi daya imajinasi pembaca. Di samping itu perlu dicatat bahwa pengulangan bunyi yang cerah, yang menunjukkan kegembiraan serta kesenangan dalam puisi disebut cuphony. Biasanya bunyi-bunyi tersebut ialah i, e dan a. Kebalikan dari cuphony adalah cacophony, yaitu perulangan bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, berat, mengerikan, kebekuan, kesunyian atau kepedihan. Cacophony biasanya dibentuk oleh vocal-vokal o, u atau diftong au, bahkan kadang-kadang dibentuk oleh konsonan. [Baca juga: Unsur-unsur Instrinsik Pada Drama]

                c)  Baris dalam Puisi

Ciri visual dalam puisi yang membedakan dengan genre sastra lain adalah baris. Kalau prosa fiksi secara visual dibentuk dengan paragraph-paragraf, maka puisi dibentuk dengan baris-baris yang kadangkala akan berbentuk lagi menjadi bentukan yang lebih besar yaitu bait.
            d) Enjambemen
Merupakan keterkaitan antara baris satu dengan baris berikutnya dalam puisi yang dihubungkan dengan kata/kalimat. Dengan demikian, apabila ditinjau dari satuan makna, baris yang dibawahnya merupakan kelanjutan dari sebelumnya. Cara tersebut tidak bisa disalahkan karena seorang pengarang mempunyai hak licentia poetica. [Baca juga: UNSUR- UNSUR PEMBENTUK KARYA SASTRA]
            e)        Bait
Bait dalam puisi merupakan satuan yang lebih besar daripada baris, tetapi sesungguhnya dalam bait yang terpenting adalah kesatuan makna, dan bukan kesatuan baris. Sebab bila kita katakan bahwa bait itu merupakan kesatuan baris, konsekuensinya satu bait itu harus terdiri lebih dari satu baris, padahal sering dijumpai puisi yang bait-baitnya hanya terdiri atas satu baris saja.
Selain itu, masih banyak lagi unsur yang membentuknya. Seperti; Tipografi, Sense, Subject matter, Feeling (Dzauq), Tone, Total of Meaning dan Tema (Theme).

Baca juga: Belajar Bahasa Arab Pemula

Unsur-unsur Instrinsik Pada Prosa



Telaah Sastra
Unsur-unsur Instrinsik Pada Prosa
Prosa merupakan bentuk karya sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang, tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi. Bentuk prosa sebagai pengungkapan jenis sastra biasa disebut jenis fiksi atau cerkan (cerita rekaan). Bermacam-macam cerkan antara lain, roman, novel, novellet, cerpan (cerita panjang), cerpen (short story), cermin (short-short story), cerber, dan cergam. Menurut Satoto, pada umumnya secara konvensional unsur-unsur yang membentuk struktur fiksi adalah : 

Tema (Theme) dan Amanat (Message)

Merupakan suatu gagasan atau ide sentral yang dapat terungkapkan ke dalam karya sastra, baik langsung maupun tak langsung, baik tersurat maupun tersirat, baik yang ada dalam naskah atau di dalam konteksnya. Menurut picket bahwa wujud tema dalam karya sastra berpangkal pada alasan tindak (motif tokoh). Amanat cerita merupakan pengarang kepada pembaca atau publiknya. Hubungan antara tema dan amanat dapat dirumuskan. Jika tema merupakan masalah, amanat merupakan pemecahannya.apabila tema merupakan pertanyaan, amanat adalah jawabannya.

Alur (Plot)

J.A Cuddon memberi batasan bahwa alur merupakan konstruksi bagian/skema atau pola dari peristiwa-peristiwa dalam prosa, puisi, lakon, selanjutnya bentuk peristiwa dan perwatakan itu menyebabkan pembaca atau penonton tegang. Menurut Panuti Sudjiman, alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Menurut Gustave Freytag struktur alur melalui pyramid Freytag mempunyai susunan: Exsposition-Complication-Climac-Resolution-Conclution. [Baca juga: UNSUR- UNSUR PEMBENTUK KARYA SASTRA]

Penokohan (Characterisation)

Penokohan adalah proses penempatan tokoh watak dalam cerita,. Setidaknya ada dua macam penokohan yaitu (1) metode analitik, yaitu pengarang secara langsung memaparkanatau melukiskan watak tokoh dengan cara menyebutkan sifat-sifat tokoh, dan (2) metode dramatic, yaitu penggambaran watak tokoh yang tidak diceritakan secara langsung, tetapi disampaikan melalui pemilihan nama tokoh, penggambaran fisik tokoh, melalui cakapan baik dialog maupun monolog.

Latar (Setting)

Latar dalam arti luas meliputi aspek ruang, waktu, dan suasana. Aspek ruang merupakan gambaran tempat atau lokal terjadinya peristiwa dalam cerita. Aspek waktu dibagi dalam (a) waktu cerita (fable time) adalah seluruh rentangan atau jangkauan waktu yang digunakan dalam suatu cerita, (b) untuk penceritaan (narrative time) adalah lamanya waktu yang digunakan untuk menceritakan cerita atau membacanya. Aspek suasana bisa suasana batin tokoh (sedih, gelisah, gembira, dan lain sebagainya) maupun suasana di luar batin tokoh (hiruk pikuk, panas, hujan, mendung, dan lain sebagainya). [Baca juga: Unsur-unsur Instrinsik Pada Drama]
Pusat pengisahan/Sudut Pandang (Point of View)
Disebut juga sudut pandang pengarang, yaitu cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita. Apabila sumber cerita kadang-kadang menyebut dirinya aku atau saya, teknik cerita tersebut menggunakan teknik cerita aku-an. Apabila sumber cerita menyebut tokoh, teknik tersebut menggunakan dia-an.
Gaya dan Bahasa (Style and Languages)
Gaya yang dimaksud dalam struktur ini adalah gaya cerita dan gaya bahasa. Gaya cerita menyangkut dialek, idiolek, dan segala hal yang berkaitan dengan ciri khasnya sebagai seorang pengarang/pencerita. Sedangkan gaya bahasa menyangkut beberapa ragam gaya bahasa sebagaimana dipelajari dalam ilmu bahasa (linguistik).

Baca juga: Belajar Bahasa Arab Pemula

Unsur-unsur Instrinsik Pada Drama



Telaah Sastra
Unsur-unsur Instrinsik Pada Drama
Tidak jauh berbeda dengan prosa, hanya saja bentuk penyajian sastra drama menggunakan teknik cakapan. Unsur-unsur yang membina struktur dramatik sebuah drama atau lakon dapat dirumuskan sebagai berikut :
a)      Tema dan amanat
b)      Penokohan (karakterisasi, perwatakan)
c)      Alur (plot)
d)      Latar (setting)
e)      Tikaian/konflik
f)       Cakapan (dialog, monolog)
g)      Gerak [Baca juga: UNSUR- UNSUR PEMBENTUK KARYA SASTRA]
Adapun unsur-unsur teater yang membangun struktur atau anatomi teater sebagai penjadian teater adalah :
a.      Naskah lakon
b.      Produser
c.       Sutradara
d.      Pemain
e.       Para pekerja atau kerabatpanggung yang meliputi : Penata pentas, Penata sinar, Penata dekor, Penata suara atau music dan Penata busana. [Baca juga: Unsur-unsur Instrinsik Pada Prosa]

Baca juga: Belajar Bahasa Arab Pemula

UNSUR- UNSUR PEMBENTUK KARYA SASTRA



Telaah Sastra
UNSUR- UNSUR PEMBENTUK KARYA SASTRA
Karya sastra merupakan sebuah karya seni yang terdiri dari empat unsur pembentuknya, yakni Emosi (al-‘Athifah), Makna (al-Ma’na), Gaya Bahasa (al-Usluub) dan Imajinasi (al-Khayaal).[1]Dengan kata lain, semua karya sastra memiliki dan membutuhkan keempat unsur tersebut. Meskipun tingkat kebutuhan satu dan lainnya berbeda. Seperti; puisi lebih mengutamakan daya imajinasi (khayal), sedangkan peribahasa (al-hikam) lebih memuat makna daripada imajinasi. Berikut penjelasan singkat tentang ke-empat unsur-unsur pembentuk karya sastra, antara lain;
1.      Emosi (al-‘Athifah)
Yakni suatu perasaan yang tumbuh dalam diri manusia, seperti: rasa gembira atau sedih, cinta atau benci, bahkan sakit dan marah. Emosi memiliki dua macam yakni Emosi dari dalam (al-‘Athifah al-dzatiyah)  atau suatu rasa yang terikat dengan hubungan khusus, seperti sedih atas kehilangan salah satu kerabatnya dan senang karena bertemu dengan kekasih. Emosi dari luar (al-‘Athifah al-ghairiyah) atau rasa yang ditujukan kepada orang lain, tanah air atau bangsa dan nilai kemanusiaan yang mulia. Seperti; keimanan atau iman kepada Allah dan Rasul-Nya, rasa cinta terhadap tanah air dan rasa sedih atau prihatin terhadap penderitaan orang-orang yang terzholimi. [Baca juga: Unsur-unsur Instrinsik Pada Drama]
Pada dasarnya (al-‘Athifah) ini merupakan asas pembentuk karya sastra, dengannya dapat dibedakan antara kitab karya sastra dengan kitab fiqh misalnya, yang mana memerlukan pendekatan dengan akal tidak dengan Athifah.[2]
2.      Makna (al-Ma’na)
Yang dimaksud dengan al-Ma’na adalah tema yang ditampilkan dalam teks. Kadang-kadang berupa satu pikiran, atau berupa satu masalah, atau juga dapat berupa suatu perasaan tertentu yang dialami penulis. Penulis harus memilih tema yang menarik, yang ditulis dalam bentuk sastra, untuk menyampaikan pikiran, masalah atau perasaan yang dialaminya.
3.      Gaya Bahasa (al-Usluub)
Gaya Bahasa adalah cara penyair mengungkapkan isi hati dan imajinasin melalui pemilihan kata-kata yang digunakan dalam karya sastranya. [Baca juga: Unsur-unsur Instrinsik Pada Prosa]
4.      Imajinasi (al-Khayaal)
Al-Khayaal adalah kemampuan manusia dalam menggambarkan segala sesuatu yang tidak ada, menghadirkan Al-shuurah atau deskripsi seakan-akan kita berada di hadapannya atau di dalamnya. Adapun sumber utama akan adanya imajinasi pengarang adalah pengalaman-pengalaman yang pernah dialaminya, yang tersimpan di dalam pikirannya, serta segala sesuatu yang dilihat atau didengar dan berakar dalam dirinya. Imajinasilah yang membuat nilai puisi itu menjadi lebih estetis dan tinggi. Dengan kata lain imajinasi merupakan unsur dasar dalam sastra, yang mana berkat imajinasi yang kuat dan sistematis, para sastrawan mampu membuat karya sastra yang bernilai tinggi.[3]
Dalam hal kritik sastra, harus diperhatikan terlebih dahulu tentang jenis karya yang dapat diteliti. Karya sastra menurut para ahli kritik sastra terbagi menjadi dua, yakni Sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan merupakan  sebuah karya satra yang penyampaiannya bukan melalui tulisan akan tetapi melalui lisan. Seperti: puisi atau syair pada masa Jahiliyah atau di pasar ukadz tempat sayembara puisi, yang mana seluruh puisinya disampaikan dengan lisan. Selain itu terdapat natsr atau prosa, cerita modern yang disampaikan secara lisan atau sebuah pertunjukan drama yang direkam, bisa menjadi objek kajian sastra lisan. Sedangkan sastra tulisan merupakan karya sastra yang disampaikan dalam sebuah tulisan. Dan diutamakan karya sastra yang memiliki empat unsur yang telah disebutkan sebelumnya.

Baca juga: Belajar Bahasa Arab Pemula


[1] Ahmad Amin, Al-Naqdu Al-Adaby, Mesir: Kalimah arabiyah wan nashr, 2012, hal. 29
[2] Ahmad Amin, Al-Naqdu Al-Adaby, Mesir: Kalimah arabiyah wan nashr, 2012, hal. 30
[3] Maman Lesmana, Kritik Sastra Arab, (Depok:Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010), hlm. 70.